Sunday, May 9, 2010

Usia Kemerdekaan dan Kedewasaan Negara

Usia kemerdekaan dan Kedewasaan Negara

Banyak sekali sering kujumpai cerita tentang kedewasaan. Kadang ada sebuah tulisan atau film yang menceritakan tentang seorang anak yang tidak puas dengan perlakuan orang tuanya karena masih dianggap belum dewasa. Disitu diceritakan bahwa si-anak merasa sudah dewasa dan tidak ingin diperlakukan seperti anak kecil. Orang tua melarang si-anak melakukan ini dan melakukan itu, sebaliknya bahwa si anak malah merasa sudah boleh melakukan ini ataupun melakukan itu.

Beberapa waktu lalu, salah seorang team lapangan tempatku bekerja, melangsungkan pesta pertunangan. Aku terkejut karena acara tersebut sangat mendadak, dan lebih mengejutkan lagi saat kuketahui bahwa calon-nya masih kelas 3 SMP. Saat kutanyakan tentang usia ceweknya yang masih muda tersebut, dia dengan santai menjawab bahwa tubuhnya sudah terlihat dewasa. he he…J.

Di banyak Negara, seseorang dianggap sudah dewasa jika sudah mencapai umur tertentu, atau walaupun belum mencapai umur tertentu tetapi sudah menikah. Pandangan semacam ini bahkan dikuatkan dengan beberapa aturan pemerintah tentang hak suara dalam pesta demokrasi untuk pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah.

Di daerah saya, sebuah desa di kabupaten Pati, seseorang yang sudah bekerja dan mampu mencukupi keperluan hidupnya sendiri dikatakan telah dewasa. Meski usia orang tersebut masih remaja, tetapi jika telah memperoleh penghasilan guna mencukupi kehidupannya dia layak menyandang predikat dewasa. tetapi pandangan ini tidaklah mutlak demikian adanya, karena sekarang ini pandangan dan persepsi masyarakat tentang kedewasaan sudah sangat kompleks.

Dewasa secara umur mungkin adalah yang paling di-akui di hampir seluruh penjuru dunia. Seseorang yang sudah mencapai umur tertentu sudah dianggap dewasa, dan dia berhak mendapatkan hak-haknya. Hak-hak yang layak didapat adalah sebuah surat pengakuan dari pemerintah berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau Surat Ijin Mengemudi (SIM). Walaupun bentuk fisiknya kecil ataupun pemikirannya seperti anak-anak, tetapi jika umurnya sudah memenuhi kriteria, maka dia layak disebut dewasa.

Demikianlah banyak versi dan pandangan tentang kedewasaan di masyarakat. Ada yang menghubungkan kedewasaan itu dengan umur, ada yang menghubungkan dengan bentuk fisik, dan ada yang menghubungkan kedewasaan itu dengan kemampuan mencukupi kebutuhan hidup.

Mengacu dari uraian diatas, maka menurut saya, seseorang itu bisa disebut dewasa jika mampu memenuhi dua dari tiga kriteria dewasa. Kriteria tersebut adalah umur, bentuk fisik, serta pemikiran dan tingkah laku. Seseorang dikatakan dewasa yang sebenar-benarnya jika mampu memenuhi ketiga kriteria tersebut. Dari ketiga kriteria tersebut, mungkin dewasa secara pemikiran dan tingkah laku akan mendapat banyak perdebatan. Karena tentang pemikiran dan tingkah laku tersebut tiap orang mempunyai versi masing-masing.

Usia Negara

Sebentar lagi kita akan merayakan kemerdekaan Indonesia yang ke 65 tahun. Jika kita melihat angka tersebut maka kita bisa mengetahui itu bukanlah usia yang muda lagi. Usia setengah abad lebih berarti telah menunjukkan kedewasaan secara umur. kalau diibaratkan usia manusia berarti sudah menjadi kakek/nenek, sudah usur, dan sudah kenyang asam garam kehidupan.

Diusia yang hampir 65 tahun tersebut, Negara ini telah mengalami banyak dinamika. Gejolak politik mendera silih berganti , bermacam krisis timbul dan tenggelam, krisis pangan, krisis, keuangan, krisis kebudayaan, krisis etika, dan masih banyak krisis-krisis yang lain. Berbagai produk kenegaraan saling menggeser, undang-undang demikian banyak dibuat, ratusan aturan telah dibuat serta dilanggar.

Indonesia adalah Negara yang besar, jika ini dihubungkan dengan bentuk fisik manusia maka bisa dikatakan sebagai bentuk fisik yang dewasa. Indonesia adalah Negara yang sangat luas dengan pulau-pulau yang ada didalamnya. Kekayaan sumber daya alam dan kekayaan sumber daya manusia yang melimpah. Kesuburan tanahnya bahkan menjadi inspirasi grup band koes plus untuk menciptakan judul nusantara beberapa kali. Keunikan alamnya telah mengundang berjuta wisatawan untuk menikmatinya.

Kekayaan mineral yang melimpah dan tak tertandingi, emas, perak, tembaga, besi, nikel, timah, minyak, gas bumi, batu bara. kekayaan hayati yang tersebar dari pulau rondo sampai kota meuroke, hutan, kayu, tanaman obat, laut, ikan, terumbu karang, dan masih banyak lagi untuk disebutkan. Semua kekayaan dan kecantikan negeri ini telah demikian mempesona imperialis dan kapitalis untuk menguasai.

Berfikir dan bertindak dewasa

Negara ini telah memenuhi dua kriteria dewasa, secara umur dan secara fisik. Bisa dikatakan Negara ini telah dewasa, tetapi cukupkah dua modal itu untuk membentuk sebuah Negara yang dewasa? cukupkah kedua modal tersebut untuk menjadikan sebuah Negara yang maju? Cukupkah untuk membentuk sebuah negara Indonesia yang sejahtera? Cukupkah untuk membuat sebuah Negara yang melindungi segenap tumpah darah Indonesia?

Sampai sekarang, hingga detik ini, Indonesia adalah Negara yang kacau. Sebuah Negara yang menjadi jarahan dan obyek bagi Negara lain, terutama oleh Negara-negara maju. Melihat keadaan Indonesia sekarang ini sangat jauh dari kesan Negara yang telah dewasa dan maju. Korupsi dimana-mana, tata kota yang amburadul, perampokan sumber daya alam, kemiskinan absolute, masalah sosial yang tak kunjung berakhir, busung lapar, jeritan petani, umpatan para buruh, premanisme, birokrasi yang panjang dan tidak efektif, suramnya dunia pendidikan, ambruknya ekonomi kecil, dan segudang masalah negeri ini yang belum mampu diselesaikan.

Ketidak mampuan segenap elemen bangsa adalah penyebab itu semua. Ketidak-mampuan pemerintah, sikap acuh masyarakat, pemikiran pragmatis rakyat, dan egoisme kita adalah semua factor yang menyebabkan Indonesia seperti ini.

Kita tidak punya kemampuan untuk berfikir dan bertindak secara dewasa, hal inilah yang ternyata menjadi pemicu utama mengapa Negara ini demikian terpuruk. Kita tidak mempunyai pandangan jauh kedepan, kita tidak mempunyai visi yang jelas. Dalam bidang politik, dalam bidang ekonomi, dan dalam bidang kebudayaan. Atau kita mungkin telah mempunyai pemikiran yang dewasa tetapi tindakan kita yang kurang tepat? Mari kita lihat trisakti Bung Karno sejenak...

Berdaulat bidang politik,

Berdikari dalam bidang ekonomi,

Berkepribadian dalam kebudayaan.

Sebuah pemikiran yang sangat dewasa telah diungkapkan Bung Karno, presiden pertama republik ini. Mestinya kita mampu berpolitik yang berdaulat tanpa intervensi asing, tanpa intimidasi pihak luar, tanpa terpengaruh gejolak ideologi asing. Karena kita telah mempunyai ideologi bangsa yaitu Pancasila. Dengan ideologi ini mestinya kita berusaha mewujudkan sebuah negara yang berdaulat penuh atas segala keputusan yang menyangkut kepentingan bangsa.

Dalam bidang ekonomi, kita tidak mempunyai arah kebijakan yang memihak kepada rakyat. Sebagai contoh, pemerintah lebih senang impor beras dari pada membantu peningkatan produksi padi dalam negeri. Hal ini jelas semakin memperburuk keadaan petani yang sudah miskin. Banyak kebijakan yang dibuat pemerintah tidak memihak pada kepentingan nasional, hal ini menggambarkan ketidakmampuan pemerintah berfikir jauh kedepan sehingga menghasilkan tindakan yang menguntungkan kepentingan sesaat.

Semestinya kita harus punya strategi nasional, memetakan Indonesia di posisi mana dan sedang berada dimana? Sebagai ahli apa kita ini? Sebagai penyumbang apa dalam kontribusi ekonomi dunia? Apakah benar harus bergerak di bidang jasa atau melirik pariwisata? Apakah benar demokrasi liberal membawa kita kita lebih lamban dalam mencapai kesejahteraan? (kompas, 20/05/2006).

Menata kehidupan sosial-pun pemerintahan kita tidak becus, berbagai kerusuhan rasial masih saja terjadi, tindakan anarkis hampir tiap hari mengisi acara televisi, konflik etnis, konflik antar agama, pencurian, pemerkosaan, pelecehan terhadap perempuan, penindasan terhadap kaum minoritas. Penggusuran pedagang kaki lima, pembongkaran bangunan ilegal, serta makin merebaknya pengemis, pengamen dan gelandangan.

Budaya-budaya lokal yang membentuk keaneka-ragaman negeri ini malah dipinggirkan dan secara perlahan diganti dengan budaya asing. Kakayaan dan kearifan lokal dipandang sebelah mata dan malah di marjinalkan. Pemerintah sepertinya dengan sengaja merestui dan membiarkan keadaan ini. Bhineka tunggal ika, Intisari persatuan nusantara telah kehilangan roh-nya.

Menjadi dewasa

Dua syarat dewasa telah dimiliki negeri ini, tinggal satu syarat yang belum terpenuhi. Pemikiran dan tindakan yang dewasa, pemikiran dan tindakan yang berwawasan nasional. Berbagai kebijakan yang dibuat bisa dipandang sebagai bentuk pemikiran suatu negara. Indonesia perlu perundang-undangan yang mencerminkan visi yang memihak kepentingan nasional guna mewujudkan cita-cita proklamasi.

Sudah saatnya pemerintah mengkaji ulang apa saja yang telah dilakukan negara ini, kemudian memperbaiki kesalahan-kesalahan yang terdahulu. Sudah benarkah kebijakan impor beras dan gula? Bagaimana dampak dari kebijakan itu untuk pertanian kita dimasa mendatang? Sudah tepatkah undang-undang perburuhan sekarang? Mampukah undang-undang tersebut memberikan kesejahteraan bagi semua pelaku industri? Cocokkah RUU pornoaksi dan pornografi diterapkan di negeri yang mejemuk ini? Apakah pelaksanaan undang-undang tersebut tidak malah memperkeruh keadaan dan stabilitas negeri ini?

Banyak pekerjaan rumah yang mesti diselesaikan tidak hanya oleh pemerintah saja tetapi juga oleh semua elemen dan komponen bangsa. Birokrat negara, pengusaha, petani, pedagang, guru, buruh, pengamen, tukang becak, tukang ojek, sopir, seniman, agamawan, budayawan, polisi, tentara, dokter, dosen, mahasiswa, tukang parkir, artis, wartawan. Jika semua komponen bangsa, mulai dari orang tua, pemuda, pria, wanita mampu berfikir bijaksana dan bertindak benar, maka kita akan menjadi negara yang dewasa.

Saat kedewasaan negara tercapai, kemajuan dan kesejahteraan akan terjadi dengan sendirinya. Untuk mewujudkan itu semua tidaklah mudah, harus dengan sebuah proses yang panjang dan melelahkan. Dibutuhkan kesadaran semua komponen bangsa serta peran aktif disetiap lini. Sikap profesionalisme yang nasionalis adalah salah satu langkah mewujudkan kedewasaan bangsa. Kita semua bisa memulai kedewasaan negeri ini, mulai dari sekarang, mulai detik ini...

Semarang, 1 Mei 2010

Jam 23:00 WIB

Supriyanto

”kampret”

1 comment: